Siapa paling jelek ??!
Ada
suatu kisah seorang santri yg menuntut ilmu pada seorang Kyai. Bertahun-tahun
telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir. Ia menghadap Kyai
untuk ujian tersebut. "Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar
dan tinggal satu ujian, kalau kamu bisa menjawab berarti kamu lulus ",
kata Kyai. "Baik pak Kyai, apa pertanyaannya ?" "Kamu cari orang
atau makhluk yang lebih jelek dari kamu, kamu aku beri waktu tiga hari ".
Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk melaksanakan tugas dan
mencari jawaban atas pertanyaan Kyai-nya.
Hari pertama, sang
santri bertemu dengan si Polan pemabuk berat yg dapat di katakan hampir tiap
hari mabuk-mabukan. Santri berkata dalam hati, " Inilah orang yang lebih
jelek dari saya. Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan
terus ". Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya. "Belum
tentu, sekarang Polan mabuk-mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Alloh
memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah dan aku sekarang baik
banyak ibadah tetapi pada akhir hayat di kehendaki Suul Khotimah,bagaimana ?
Dia belum tentu lebih jelek dari saya.
Hari kedua, santri jalan
keluar rumah dan ketemu dengan seekor anjing yg menjijikan rupanya, sudah
bulunya kusut, kudisan dsb. Santri bergumam, " Ketemu sekarang yg lebih
jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan, kudisan, jelek lagi " .
Santri gembira karena telah dapat jawaban atas pertanyaan gurunya.
Waktu akan tidur sehabis 'Isya, dia merenung, "Anjing itu kalau mati,
habis perkara dia. Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh
Alloh, sedangkan aku akan dimintai pertanggung jawaban yg sangat berat yg kalau
aku berbuat banyak dosa akan masuk neraka aku. "Aku tidak lebih baik dari
anjing itu.
Hari ketiga akhirnya
santri menghadap Kyai. Kyai bertanya, "Sudah dapat jawabannya muridku
?" "Sudah guru", santri menjawab. " Ternyata orang yang
paling jelek adalah saya guru". Sang Kyai tersenyum, "Kamu aku
nyatakan lulus".
Pelajaran yg dapat kita
petik adalah: Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong/merasa
lebih baik dari orang/mahkluk lain. Yang berhak sombong adalah Alloh SWT.
Karena kita tidak tahu bagaimana akhir hidup kita nanti. Dengan demikian
maka kita akan belajar berprasangka baik kepada orang/mahkluk lain yg sama-sama
ciptaan Alloh.
PELAJARAN SANG KELEDAI
Suatu
hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Sementara si petani,
sang pemiliknya, memikirkan apa yang harus dilakukannya.Akhirnya, ia memutuskan
bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun karena berbahaya. Jadi
tidak berguna
menolong si keledai. Ia mengajak tetangganya untuk membantu-nya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.
menolong si keledai. Ia mengajak tetangganya untuk membantu-nya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.
Ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia
meronta-ronta. Tetapi kemudian, ia menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah
dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang
melihatnya.Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan
kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan.Ia
mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke
bawah, lalu menaiki tanah itu. Si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas
punggung hewan
itu, namun si keledai juga terus menguncangkan badannya dan kemudian melangkah naik. Si keledai akhirnya bisa meloncat dari sumur dan kemudian melarikan diri.
itu, namun si keledai juga terus menguncangkan badannya dan kemudian melangkah naik. Si keledai akhirnya bisa meloncat dari sumur dan kemudian melarikan diri.
Renungan:
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepada kita, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari "sumur" (kesedihan dan masalah) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran dan hati kita) dan melangkah naik dari "sumur" dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepada kita, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari "sumur" (kesedihan dan masalah) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran dan hati kita) dan melangkah naik dari "sumur" dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.
Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan
untuk melangkah. Kita dapat keluar dari "sumur" yang terdalam dengan
terus berjuang, jangan pernah menyerah. Guncangkanlah hal-hal negatif yang
menimpa dan
Maafkanlah
Aku, Kawan
Dua orang sahabat karib
sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar,
dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar, merasa sakit hati,
tapi dengan tanpa berkata-kata, dia
menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.
Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU. Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, /"Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?\" Temannya sambil tersenyum menjawab, /"Ketika seorang
sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasaterjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin.\"
Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dibandingditerapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah pertemanan \'hanya\' karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merusak dibanding begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin ini memang bagian dari sifat buruk diri kita.
Karena itu, seseorang pernah memberitahu saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu.
Bukankah sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka sungguh sangat bisa jadi kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. Bisa jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Bisa jadi kita tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan.
Namun demikian, orang yang bijak akan selalu mengajari muridnya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain. Tapi ini akan sungguh sangat berat. Karena itu beliau mengajari kami untuk 'menyerahkan' sakit itu kepada Allah -yang begitu jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit hati kita- dengan membaca doa, "Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami. "
Bukankah Rasulullah pernah berkata, "Tiga hal di antara akhlak ahli surga adalah memaafkan orang yang telah menganiayamu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu".
Karena itu, Saudara-saudaraku, mungkin aku pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau menyakiti hatiku karena aku pernah menyakitimu. Namun dengan ijin-Nya aku berusaha memaafkanmu. Tapi yang aku takutkan kalian tidak mau memaafkan.Sungguh, Saudara-saudaraku, dosa-dosaku kepada Tuhanku telah menghimpit kedua sisi tulang rusukku hingga menyesakkan dada.
Saudara-saudaraku, jika kalian tidak sanggup mendoakan aku agar aku 'ada' di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala kesalahan-kesalahanku. Tolong jangan kau tambahkan kehinaan pada diriku dengan mengadukan kepada Tuhan bahwa aku telah menyakiti hatimu.
menulis di atas pasir : HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU.
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, dimana mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.
Ketika dia mulai siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENYELAMATKAN NYAWAKU. Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya, /"Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir, dan sekarang kamu menulis di batu?\" Temannya sambil tersenyum menjawab, /"Ketika seorang
sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasaterjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar tidak bisa hilang tertiup angin.\"
Cerita di atas, bagaimanapun tentu saja lebih mudah dibaca dibandingditerapkan. Begitu mudahnya kita memutuskan sebuah pertemanan \'hanya\' karena sakit hati atas sebuah perbuatan atau perkataan yang menurut kita keterlaluan hingga menyakiti hati kita. Sebuah sakit hati lebih perkasa untuk merusak dibanding begitu banyak kebaikan untuk menjaga. Mungkin ini memang bagian dari sifat buruk diri kita.
Karena itu, seseorang pernah memberitahu saya apa yang harus saya lakukan ketika saya sakit hati. Beliau mengatakan ketika sakit hati yang paling penting adalah melihat apakah memang orang yang menyakiti hati kita itu tidak kita sakiti terlebih dahulu.
Bukankah sudah menjadi kewajaran sifat orang untuk membalas dendam? Maka sungguh sangat bisa jadi kita telah melukai hatinya terlebih dahulu dan dia menginginkan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. Bisa jadi juga sakit hati kita karena kesalahan kita sendiri yang salah dalam menafsirkan perkataan atau perbuatan teman kita. Bisa jadi kita tersinggung oleh perkataan sahabat kita yang dimaksudkannya sebagai gurauan.
Namun demikian, orang yang bijak akan selalu mengajari muridnya untuk memaafkan kesalahan-kesalahan saudaranya yang lain. Tapi ini akan sungguh sangat berat. Karena itu beliau mengajari kami untuk 'menyerahkan' sakit itu kepada Allah -yang begitu jelas dan pasti mengetahui bagaimana sakit hati kita- dengan membaca doa, "Ya Allah, balaslah kebaikan siapapun yang telah diberikannya kepada kami dengan balasan yang jauh dari yang mereka bayangkan. Ya Allah, ampuni kesalahan-kesalahan saudara-saudara kami yang pernah menyakiti hati kami. "
Bukankah Rasulullah pernah berkata, "Tiga hal di antara akhlak ahli surga adalah memaafkan orang yang telah menganiayamu, memberi kepada orang yang mengharamkanmu, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu".
Karena itu, Saudara-saudaraku, mungkin aku pernah menyakiti hatimu dan kau tidak membalas, dan mungkin juga kau menyakiti hatiku karena aku pernah menyakitimu. Namun dengan ijin-Nya aku berusaha memaafkanmu. Tapi yang aku takutkan kalian tidak mau memaafkan.Sungguh, Saudara-saudaraku, dosa-dosaku kepada Tuhanku telah menghimpit kedua sisi tulang rusukku hingga menyesakkan dada.
Saudara-saudaraku, jika kalian tidak sanggup mendoakan aku agar aku 'ada' di hadapan-Nya, maka ikhlaskan segala kesalahan-kesalahanku. Tolong jangan kau tambahkan kehinaan pada diriku dengan mengadukan kepada Tuhan bahwa aku telah menyakiti hatimu.
Nasehat Imam Al-Ghozali
Suatu hari, Imam Al
Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya,
pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".
Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman, dan kerabatnya. Imam
Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan
kita adalah "Mati". Sebab itu sudah janji Allah SWT
bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.
Lalu Imam Ghozali
meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di
dunia ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan,
matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua
jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "masa
lalu". Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak
bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan
hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Lalu Imam Ghozali
meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di dunia
ini?". Murid-muridnya ada yang menjawab gunung, bumi, dan matahari. Semua
jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di
dunia ini adalah "Nafsu" (Al A'Raf 179). Maka kita
harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.
Pertanyaan keempat
adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah.
Semua jawaban sampean benar, kata Iimam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "memegang
AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan
malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi
kalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi
permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia
tidak bisa memegang amanahnya.
Pertanyaan yang kelima
adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan
daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia
ini adalah "meninggalkan Sholat". Gara-gara pekerjaan
kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat. Lantas
pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali,
tapi yang paling tajam adalah "lidah manusia". Karena
melalui lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukaiperasaan
saudaranya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar